Ikut SM3T kita harus siap ngajar di mana pun berada,
iya ngajar di pasar, di dalam laut. Hahha, bukan itu, kita harus siap mengajar
di daerah terluar, terdepan, dan tertinggal yang letaknya di pelosok
Indonesia, Dari Aceh Singkil sampai Merauke
#Acehsingkiladasinyaldanlistrik. Daerah yang akan dituju memiliki kesulitan
masing-masing, misalnya Papua. Daerah penempatanku adalah di Pulau Papua, yap
pulau paling timur dan masih memegang teguh adat mereka. Pertama kali datang ke
kita ada 25 guru, disana kita tinggal di asrama guru letaknya di dekat SMA N 1
Kasonaweja. Rumah yang cukup luas untuk kita tinggali sambil menunggu kita di
jemput oleh kepala sekolah masing-masing. Pada hari senin kita mengikuti
upacara bendera di Dinas. Upacara dimulai jam 7 pagi, peserta upacara terdiri
dari kami para guru SM3T dan seluruh pegawai serta staf Dinas Pendidikan
Kasonaweja. Jam sudah menunjukkan pukul 7 namun belum juga dimulai dan yang
bikin was-was adalah panasnya sinar matahari di kasonaweja. Panasnya bisa
matangin telur ceplok. Hm panas banget.
Lalu
saat sore hari kita dikumpulkan di sebuah ruang kelas yang berada tidak jauh
dari asrama. Acara sore itu adalah arahan singkat dari dinas mengenai Papua,
terutama pendidikan yang ada di papua. Ini adalah poin penting dan bekal kita
untuk mengajar anak-anak Papua di daerah yang akan kita datangi nanti. Acara
yang sederhana itu dibuka oleh bapak Ondo,beliau adalah guru juga di sma kaso.
Saat pengarahan berlangsung, ada yang bikin saya terkejut dan akan mengingat
kata yang diucapkan oleh Dinas Pendidikan saat itu.
“Kehidupan
di Mamberamo Raya ini mirip seperti sungai Mamberamo yang kalian lewati saat menuju
kesini, aliran yang berliku panjang dan memiliki arus yang cukup besar. Begitu
juga nanti kalau bapak semua telah datang dan mengajar di sekolah tempat tugas,
ikuti saja alur yang ada, kalau bisa rubah arah aliran tersebut ke arah yang
ingin kalian tentukan. Tapi juka arus yang kalian lawan terlalu berat jangan
sampai kalian lawan, nanti kalian yang akan kalah dan meninggal” dari kata yang
diucapkan orang itu mungkin begini penjelasannya silahkan kita bikin perubahan
yang bagus untuk masyarakat yang ada #tujuansebenarnya. Namun jangan terlalu
memaksa nantinya kalian akan dimusuhi dan di usir, yang paling parah mungkin di
panah saat kita enak jalan ke sekolah.
Suasana pendidikan di Marikai bisa di bilang kalau
sudah seperti Jawa pada masa lampau, dimana para siswanya banyak, sudah pakai
sepatu dan seragam. Namun masih saja ada beberapa anak yang kadang tidak
memakai sepatu. Sering kali ane kedapatan mereka tidak pakai sepatu, kaki
mereka ane injak, haha ya itung2 bisa injek kaki mereka dan memberi pengertian
kalau kesekolah itu harus rapi. Lagi pula sudah ada aturan untuk memakai sepatu.
Ketika hujan juga para siswa tidak malas untuk datang sekolah, yang bikin
kasihan adalah saat hujan seperti itu baju mereka basah karena hujan, namun
saat kedinginan itu pun mereka terus semangat sekolah. Hal yang jarang terjadi
di tempat tinggal saya.
Sebenarnya
yang membuat siswa SMP ini sangat disiplin adalah kebijakan dan menggunakan
strategi yang pas yang digunakan oleh kepala sekolah. Drs. Ketut sudita adalah
nama beliau, lahir di bali namum mencerdaskan tanah Papua selama 18 tahun. Ya..
memang pengalaman yang bicara dan terbukti. Beliau telah merubah marikai yang
dulunya belantara dan masyarakatnya buta huruf, perlahan
berubah mengikuti zaman. Banyak murid yang telah sukses berkat tangan dingin
beliau, ada yang jadi Tentara, Polisi, Dosen, dan juga Anggota dewan. Rata-rata
semua masyarakat disini adalah murid dari pak ketut. Beliau salah satu idola
saya di marikai, berkat pengabdian yang sangat luar biasa beliau telah merubah
masyarakat disini kearah yang lebih baik.
18 tahun merubah masyarakat papua adalah waktu yang berat dan harus berhati karena sifat masyarakat yang mudah sekali terpancing. Cara yang beliau gunakan juga menggunakan pendekatan kekeluargaan. Beliau menganggap semua masyarakat disini adalah keluarga. Beliau peduli dengan anak-anak mereka seperti anak dia sendiri. Peduli dengan masa depan mereka. Sehingga masyarakat sendiri juga paham apa yang di lakukan untuk masa depan ank mereka. Banyak belajar dari pak ketut, berkat kesabaran dan ketegasan yang beliau lakukan ternyata menyihir saya untuk melalukan hal yang sama.
18 tahun merubah masyarakat papua adalah waktu yang berat dan harus berhati karena sifat masyarakat yang mudah sekali terpancing. Cara yang beliau gunakan juga menggunakan pendekatan kekeluargaan. Beliau menganggap semua masyarakat disini adalah keluarga. Beliau peduli dengan anak-anak mereka seperti anak dia sendiri. Peduli dengan masa depan mereka. Sehingga masyarakat sendiri juga paham apa yang di lakukan untuk masa depan ank mereka. Banyak belajar dari pak ketut, berkat kesabaran dan ketegasan yang beliau lakukan ternyata menyihir saya untuk melalukan hal yang sama.
Para
guru yang mengajar di SMP dan SMA Negeri Marikai sebagian besar adalah bukan
asli Papua. Kebanyakan mereka dari Sulawesi dan ada juga dari Sumatra dan
sisanya adalah asli dari Papua. Untuk guru SMA kebanyakan pendatang (guru
kontrak), rata-rata mereka memiliki tanggung jawab mengajar yang bagus, namun
setelah mengajar mereka langsung pulang tidak duduk-duduk di kantor sehingga
ketika saya tugas piket siang hari di SMA terasa sepi. Guru yang sudah
berkeluarga kadang mereka cuman titip catatan ke anak-anak, sehing tak jarang
kami masuk kelas mereka untuk mengisi atau pun menjelaskan materi yang ditinggalkan
oleh guru tersebut. Saya anggap itu adalah tambahan ilmu buat saya, namun
kasihan juga anak-anak sering ditinggali oleh guru tersebut.
Ada
juga guru yang hanya datang kesekolah lalu pulang, ini terdapat di SMP marikai.
Tiap hari beliau ada jam untuk anak-anak, kadang dia masuk kadang tidak.
Kebanyakan sih tidak masuk, saat guru ini tidak masuk awalnya para gruu SM3T yang
mengganti. Kita kasih game di kelas, bercerita pengalaman-pengalaman kita,
bercanda di kelas, yang penting mereka tidak keluar. Ada pun saat gruu ini
masuk, dia hanya sebentar sekali masuk kekelas dan langsung di pulangkan. Lain
lagi dengan guru satu ini, ada guru yang ikut calon bupati. Pada bulan Desember
2015, Papua Mamberamo Raya melaksanakan pemilihan Bupati. Pada pemilihan ini
ternyata ada salah satu guru yang jadi tim sukses salah satu pasangan yang maju
di pemilu saat itu. Hahaha, ada ada saja guru itu. Yang disayangkan adalah
hasil dari pemilu itu ganjal sehingga sampai sekarang masih belum jelas siapa Bupati
Mamberamo Raya. Pada saat masalah ini di bawa ke MK Jakarta, beliau juga ikut.
Dari Desember sampai Maret 2016 beliau mengikuti maslah ini sampai ke Jakarta.
Sehingga anak muridnya dilupakan. Hadeh....
Di
SMP Negeri Marikai saya diberi kepercayaan untuk menjadi walikelas 7 B. Jumlah
muridnya 39 siswa. Cukup banyak untuk ukuran kelas normal, namun bagaimana lagi
itu lah mereka. Seiring berjalannya waktu 39 siswa tersbut menjadi 28 siswa,
banyak yang pindah dan putus sekolah. Waktu awal semster dua ada kejadian yang
sangat menyedihkan. Di kampung bawah, Barapasi, ada rumah yang digunakan oleh
siswa kami yang kebanyakan berasal dari Bensor. Dari dulu siswa yang berasal
dari Bensor selalu tinggal disini. Bangunan dan tanah yang dipakai adalah
pemberian Distrik Waropen atas untuk anak sekolah atas seizin tuan tanah
disana. Namun pada saat semester dua kemarin secara mengejutkan sang pemilik
tanah akan mengambil tanah tersebut. Alhasil murid yang berasal dari Bensor
terpaksa keluar dari rumah tersebut. Sebagian besar murid tersebut kembali ke
Bensor, ada juga yang masih tinggal di rumah teman mereka untuk belajar di
Marikai.
Kebanyakan
murid 7 B berkurang, belum lagi yang malas sekolah yang sering terjadi di
kelasku. Ada dua murid yang sering tidak masuk, roy dan jangsong. Kedua anak ini selalu absen beberapa hari.
Saat ak tanya teman yang lain kata murid yang lain, mereka sering mencari dan
mancing di laut. Mendengar hal itu, niatan untuk menanyakan hal tersebut ke
orang tua mereka. Saat jam pulang sekolah ak ajak anak murid untuk mengantar ak
kerumah roy dan jangsong. Jalan ke barapasi yang berjarak 3 km membutuhkan
waktu 15 sampai 20 menit. Tujuan pertama adalah rumah jangsong. Saat itu yang
saya temui adalah ayahnya jangsong, jangsong sendiri tidak ada dirumah. Sesetelah
menceritakan maksud kedatangan saya, awalnya beliau menunjukkan wajah emosi.
“pagi –pagi anaknya berangkat sekolah bersama kayoki, pakai seragam juga,
berangkat sekolah” “Bapak, Cuma kayoki saja yang sampai kesekolah, Jangsong tidak sampai, itulah mengapa saya
datang untuk menanyakan keberadaan Jangsong” “nanti saat pulang biar saya pukul
saja anak itu” mungkin Pak Rumakewi sudah tidak tahan dengan kelakuan anaknya.
“Bapak jangan pukul dia, cukup kasih tahu saja kalau dicari sama Pak Dian,
sekolah itu penting bapak, kita bisa tau dunia luar dengan sekolah, sekolah
juga bisa merubah kehidupan yang begini-begini saja, sekolah penting buat Jangsong,
dengan sekolah Jangsong bisa merubah kondisi keluarga, dia juga yang akan
meneruskan bapak. Apa bapak tidak ingin melihat jangsong sukses? Saya pengen
liat anak2 murid saya berhasil, datang jauh kesini pengen membagi ilmu dengan
anak-anak disini”.
Banyak
anak di Barapasi, Marikai, Sipis dan Bariwaro yang tidak wajib belajar 12 tahun.
Kebanyakan mereka masih belum tahu pentingnya pendidikan, mereka lebih senang
mencari ikan, berkebun. Mungkin dengan pendidikan yang spesial di Papua, hal
yang mereka senangi akan merubah mereka kearah yang lebih baik. Oke mereka
senang mencari ikan, coba ada sekolah perikanan disini, yang mengajarkan mereka
membuat tambak, kolam apung, budidaya ikan tawar. Dengan kondisi alam seperti
ini, pastilah cocok dengan mereka. Sambil mencari ikan atau buatkan kelas
khusus, kita ajari mereka dengan tehnik membaut kolam apung, membuat jaring
dsb. Saat itu juga kita belajari hal yang mendasar dalam belajar, hapuskan buta
huruf dan berhitung tambah kurang. Begitu juga mereka yang suka berkebun kasih
kelas pertanian.
Di tanah marikai terdapat tiga sekolah, yakni SD, SMP
dan SMA. Sekolah Dasar Negeri Inpres Marikai letaknya di sebelah utara dari SMP Negeri Marikai. SD
ini hanya memiliki 4 ruang kelas, dan tiap ruang kelas digunakan untuk dua
kelas. Fasilitas toilet dan papan tulis saja sangat kurang bahkan ada di salah
satu kelas memiliki papan tulis kecil yang berukuran sekitar 60 x 40 cm. Dulu
saat pertama kali datang ke SD, kita kecapekan karna jarak yang ditempuh
lumayan jauh yaitu sekitar 1 km 10 – 15 menit dengan jalan kaki. Muridnya
banyak sekitar 100 siswa dari kelas 1 sampai kelas 6. Tenaga pengajar yang saya
kenal dengan baik cuman pak Jhon Bubia, beliau adalah guru kelas 4, dari guru
SD yang lain beliau sangat menghargai pendidikan di SD. Banyak guru SD yang
malas datang kesekolah bahkan ada guru yang tinggal di lingkungan sekolah tidak
datang untuk mengajar. Beda dengan pak Jhon, beliau memiliki tanggung jawab
pada tugasnya, ya walopun sering juga tingglin teman saya ngajar sendiri di SD.
Tapi pak Jhon masih lumayan dari pada
guru yang lain. Pernah saat ada pembersihan di Lingkungan SD saya ikut datang
dengan Udin yang tugas di SD. Pada saat istirahat, kita makan bersama dan menu
makanan yang menggoda, yups papeda dengan ikan kuah. Saat tu pak jhon sangat
senang akan kedatangan saya, beliau mengambilkan saya makan. Dan kegembiraan di
pak jhon berbalik dengan saya pada saat beliau ambilin papeda untuk saya. Dia
memberi saya porsi kuli papua. Jadi piring itu sudah saya isi denganikan kuah
lalu ditambahi oelh pak jhon dengan papeda porsi papua. Isi piring itu seperti
gunung yang besar dan tinggi. Dalam hati haduh gimana cara abisinnya?????. Wajah bingung saya ternyata dibaca oleh pak
jhon. Lalu dia. Menawarkan untuk menghabiskannya jika saya tidak kuat. Ah
leganya, hehe. Dengan begitu makan papeda saat itu adalah surga marikai saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar