Kalau
kita pergi ke suatu daereah yang baru, pasti terlintas pertanyaan, “Apa makanan
khas daerah ini?”. Itu juga ucap saat pengumuman daerah penempatan pertama kali
di AAL, Bumimoro. “ Ini lah 28 pejantan-pejantan tangguh Mamberamo Raya”
seperti itulah yang dikatakan Prof. Lutfi kepada kami yang ditempatkan di Mamberamo
Raya, Papua. Hah??? Paupua. Masih terangan dalam pikiran, Papua itu dimana???.
Hahahha itu pulau paling ujung kanan di peta Indonesia (iya kan di sebelah
kanan, heheh. Oke pulau paling timur Indonesia). Beda daerah beda pula
makanannya, di Jawa sering makan nasi yang dari beras, di Papua makan papeda
dari sagu.
Papeda,
makanan khas Papua ini memberi pengalaman yang g bakal aku lupain seumur hidup.
Waktu itu penempatan Marikai sudah jalan naik speed untuk menuju lokasi tugas. Kami diantar oleh Sekdis Doromi, Pak
Basri kepala SMA Negeri Marikai, dan 3 Motoris. Saat itu kita sedang berhenti
di pinggir sungai, disitu juga kita bertemu dengan keluarga Sekdis. Mereka
menyuruh kita istirahat dan ikut makan bersama, kebetulan masakan sudah
selesai. Ada ikan kuah, papeda rebus, papeda bakar ada pula porno (pepeda
kering) #bukan_mesum. Ini makanan baru buatku jadi harus di coba semua. Oke
pertama kita ambil piring dan sendok (kalau pakek “gata” susah), pertama kita
ambil kuah ikan, lalu ambil papeda rebus. Kenapa harus ikan kuah dulu? Karena
papeda itu lengket, jadi kita harus kasih dia kuah ikan agar tidak lengket di
piring. Papeda yang kita makan ini
berwarna agak coklat dan baunya agag gimana gitu. Rada eneg waktu menciumnya.
Rasa itu hilang saat di campur dengan kuah dan daging ikan yang aku ambil tadi.
Sambil ngorbol kita makan dengan lahap makan siang itu. “papeda itu baik
kesehatan!” celetuk Pak Basri. “iya kah bapak? Kok bisa??” balasku heran. “iya
, papeda itu melancarkan pencernaan, kan ini dibuat dari tepung dan air yang
banyak. Selain cepat kenyang juga cepat dibuangnya” jelas Pak Basri. Kita
bertiga hanya ketawa mendengar itu. Bentar.... kapan terakhir aku buang air
besar. Semenjak di Kasonaweja jarang sekali ak buang air besar. Terlebih air
disana sangat susah sekali didapat. Ya semoga tidak mules apalagi sampek buang
air. Setelah makan kita sempetin foto-foto karena awan disitu sangat bagus.
Tak
lama itu kita kembali naik speed dan melanjutkan perjalanan. Kita tidak ambil
jalur yang pada umumnya, namun kita ambil jalan pintas yang akan mempercepat
waktu tempuh kita. Lebar Sungai yang kita lewati itu lebih sempit dari
biasanya, hanya selebar 2 speed, itu pun kalau kita berpapasan dengan speed
lain dari depan badan speed pasti bersenggolan. Kiri kanan sungai kecil itu
hanyalah hutan rawa yang lebat. Terdapat
bekas jembatan yang sudah tidak dipakai. Setengah jam berlalu, hal yang
aku takutkan terjadi. Perut gua muleeesss banget!! Asem, mengapa disaat ini?
Kenapa mules disini? Siaaal. Oke ane tahan. Kringat dingin sampek keluar dan
gerak gerik gua nahan mules ini. Sesuatu yang mengganjal pun seperti teriaak.
Keluarrin aku sekarang..... asem ane g kuat nahan. Speed yang kita tumpangi
untung lagi ada masalah dengan mesin. Saat itu aku bilang ke doromi, “ bapak
saya pengen buang air besar, kalau motornya sudah selesai jangan tinggal saya”
“ah bapak sakit perut, santai kita tunggu.” “ bapak, bawa botol isi dengan air”
timpa motoris (kayak e dia udh pengalaman pup ditempat ginian). Langsung saja
aku ambil botol kosong yang ada di speed dan aku isi air untuk cebok. Ini
pertama kali ane pup di sungai, di hutan rawa, di papua yang liar, masih alami,
banyak binatang buas, berbahaya, banyak nyamuk dan mungkin ada lintah
disini. Ah peduli amat, yang penting ini
bisa keluar dan bikin lega. Speed yang terus bergoyang saat aku berjalan untuk
turun dari speed, haduh udah nahan mules di perut perahu goyang juga.
Konsentrasi pun terpecah, satu nahan ini hajat biar g keluar disini dan satu
menjaga keseimbangan badan agar g jatuh. Aduhh... mules makin menjadi jadi
karena konsentrasi terpecah. Aaiiihhhh. Langsung loncat ke pinggiran sungai.
Hhaap,,. Lah????? Kaki gua ilang??? Ah enggak cuman mendarat di lumpur. Tuh kan
g konsen. Dengan masih menahan biar barang ini g keluar sembarang, ane jalan
terengah-engah. Haduh lumpur e berat banget udah berat di perut, berat juga di
kaki. Ane jalan menjauh dari pantauan mereka yang ada dikapal sambil nahan
mules aku juga cari tempat yang aman
dari bahaya dan pengelihatan mereka. Lumayan jauh aku jalan untuk mencari
tempat, akhirnya. Ini dia tempat yang
aku cari. G usah di ceritain. Kalian pasti tau yang harus dilakukan waktu gini
kan??? Sensor....... ah akhirnya aku telah menandai di Papua hahhahaha, ini adalah wilayah kekuasaanku,
awas kau injak wilayah ku disini. Hahhaa. Akhirnya aku keluar dari
persembunyian dengan wajah sumringah, lega, tak ada beban, seperti hidup
kembali dari kematian yang panjang ahahhaahha. Semenjak itu, aku akan berpikir
ulang kalau mau makan papeda. Buat yang belum pernah makan papeda ingat ini.
Jangan makan papeda pas lagi di perjalan sungai. Susah cari tempat pup, kalau
elu mules kayak gua.
saat
di Marikai aku juga pernah makan papeda, namum papeda ini baunya harum bau
jeruk nipis. Beda sekali dengan papeda yang kita makan saat bersama dengan
doromi. Dan warnanya putih, dulu warnanya coklat. Asemm berarti dulu sial ane,
dari ketiga temen guru SM3T yang ada di speed cuman ane yang mules pakek banget
. ckckck sial amat.
Masih
masalah makan selain papeda tentunya. Di Marikai banyak sekali pohon kelapa, di
sekolah ada 7 pohon kelapa. Semua tersebar di kedua sisi sekolah SMP Negeri Marikai
ada disisi timur dan sisi barat sekolah. kedua sisi tersebut ada komplek guru yang
juga tempat kami tinggal. Selama disini kita paling suka minum air kelapa. Di
jombang mau minum kelapa aja harus beli rp 10.000,00 perbuah. Lah disini
tiinggal suruh anak murid panjat, urusan kelar hahhahaa. Biasanya kita minum
kelapa minimal 1 minggu sekali, tapi kalau lagi puengen. Mbeeee jangankan
sekali seminggu, 3 kali sehari pun bisa. Dan tiap kali ambil bisa 7 sampai 10
buah, itu belum dipilih mana yang muda mana yang tua kelapanya. Hahhaa. Biasanya
kita makan dan minum air kelapa bersama pak sultan bersaa keluarga disana.
namun kebahagian makan dan minum bersama itu tak berlangsung lama juni 2016
beliau udah selesai kontrak membangun komplek guru baru.
Disini juga ada pohon durian, bulan desember adalah
bulan buah durian. Semua durian yang ada di waropen atas semua berbuah. Durian
disini bervariasi ukurannya, ada yang kecil biasanya di jual 5 ribu rupaih,
yang agag besar 10 ribu rupiah, dan ada juga durian gajah biasanya di jual 20
rb rupiah. Murah? Iya soalnya ada disini pohonnya. Pas musimmya gini, kita beli durian 100 ribu rupiah. Dapat 1
karung beras yang isi 25 kg, itu penuh dengan durian. Kita ambil durian yang
kecil, kenapa? Selain dapat lebih banyak. Rasa duriannya sangat mantep, legit,
harum khas durian dan yang paling penting bijinya kecil dan daging duriannya
banyak. Makan durian yang kayak gitu adalah nikmat yang tak akan dapat
diungkapkan dengan kata-kata.
Waktu
liburan pun kadang kita diajak oleh bu haji untuk liburan ke muara Barapasi.
Sudah dua kali kita mendapat kesempatan itu. Pertama saat ada libur paskah,
kita diajak di muara barapasi. Kita berangkat pagi jam 8 naik speed bu haji,
motorisnya adalah syarif, dia juga adalah murid ku di Sma negeri marikai. Saat
ada di muara kita menurunkan jaring. Wahh jaring yang disebar panjang juga ada
3 titik yang kita pasang. Pertama, ada ditepat keluarnya muara barapasi. Kedua,
agag jauh dari muara arah kelaut. Ketiga, ke arah kiri dari muara barapasi.
Begitu jaring ketiga kita turunkan, kita langsung cek jaring pertama yang kita
turunkan tadi. Dan Stike...!! hahaha kita dapat ikan di jaring bukan dari tali
pancing. Widih.. ikan nya besar – besar. Ada ikan sisik, ikan sembilan, mata
bulan, dapat kepiting laut juga, dan kita dapat hiu. Tapi hiu yang kita dapat
yang kecil tidak yang besar. Kalau besar kita yang dimakan. #lhaa?. Setelah
kita ambil dan naikkan jaring. Kita segera menepi ke muara, disana kita akan
bikin para-para(tempat istirahat yang terbuat dari kayu yang disusun menjadi
tempat duduk yang agag tinggi) di jawa bilang e bayang. Setelah para –para
jadi, lalu kita bikin perapian untuk bakaran hasil dilaut tadi. Disisi
para-para, bu haji sedang menyiapkan nasi, sambal, sayur, gorengan, dan air
minum yang telah dibawa semenjak tadi. Kini tinggalmenyantap ikan yang dibakar
matang. Tak perlu menunggu lama hujan ikan bakar telah datang. Wiiii...
sangking banyaknya ikan, kita nasi itu seperti lauk. Gimana tidak, ikan yang
didapat aja ada berpuluh2 ekor dan itu tidak di bakar semua. Dan adalagi yang
bikin matep. Makan ikan bakar tanpa sambal itu seperti hidup tanpa oksigen. Yap
sambal yang dibuatkan oleh bu haji sangat pas pedesnya. Sehingga kita makan
ikan saat itu sampai keringetan.
Waktu
itu juga pernah kita makan daging ikang goropa(lebih tepatnya kerapu). Dulu kita pernah dikasih sama pak
sultan, tukang yang tinggal disamping rumah kita. Beliau juga yang memberi kita
daging kasuari yang sudah di tumis kecap. Beh.... rasanya ituloh mantap. Pokok
makan di marikai itu sangat memuaskan. Dua
yang tepat menggambarkan makan di papua ini. Mantap .. Gila. G pernah makan kayak gini. Surga makanan
di sini hehehhe..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar