Jumat, 19 Agustus 2016

makan puas ya ke papua



Kalau kita pergi ke suatu daereah yang baru, pasti terlintas pertanyaan, “Apa makanan khas daerah ini?”. Itu juga ucap saat pengumuman daerah penempatan pertama kali di AAL, Bumimoro. “ Ini lah 28 pejantan-pejantan tangguh Mamberamo Raya” seperti itulah yang dikatakan Prof. Lutfi kepada kami yang ditempatkan di Mamberamo Raya, Papua. Hah??? Paupua. Masih terangan dalam pikiran, Papua itu dimana???. Hahahha itu pulau paling ujung kanan di peta Indonesia (iya kan di sebelah kanan, heheh. Oke pulau paling timur Indonesia). Beda daerah beda pula makanannya, di Jawa sering makan nasi yang dari beras, di Papua makan papeda dari sagu.
 








Papeda, makanan khas Papua ini memberi pengalaman yang g bakal aku lupain seumur hidup. Waktu itu penempatan Marikai sudah jalan naik speed untuk menuju lokasi tugas. Kami diantar oleh Sekdis Doromi, Pak Basri kepala SMA Negeri Marikai, dan 3 Motoris. Saat itu kita sedang berhenti di pinggir sungai, disitu juga kita bertemu dengan keluarga Sekdis. Mereka menyuruh kita istirahat dan ikut makan bersama, kebetulan masakan sudah selesai. Ada ikan kuah, papeda rebus, papeda bakar ada pula porno (pepeda kering) #bukan_mesum. Ini makanan baru buatku jadi harus di coba semua. Oke pertama kita ambil piring dan sendok (kalau pakek “gata” susah), pertama kita ambil kuah ikan, lalu ambil papeda rebus. Kenapa harus ikan kuah dulu? Karena papeda itu lengket, jadi kita harus kasih dia kuah ikan agar tidak lengket di piring. Papeda yang  kita makan ini berwarna agak coklat dan baunya agag gimana gitu. Rada eneg waktu menciumnya. Rasa itu hilang saat di campur dengan kuah dan daging ikan yang aku ambil tadi. Sambil ngorbol kita makan dengan lahap makan siang itu. “papeda itu baik kesehatan!” celetuk Pak Basri. “iya kah bapak? Kok bisa??” balasku heran. “iya , papeda itu melancarkan pencernaan, kan ini dibuat dari tepung dan air yang banyak. Selain cepat kenyang juga cepat dibuangnya” jelas Pak Basri. Kita bertiga hanya ketawa mendengar itu. Bentar.... kapan terakhir aku buang air besar. Semenjak di Kasonaweja jarang sekali ak buang air besar. Terlebih air disana sangat susah sekali didapat. Ya semoga tidak mules apalagi sampek buang air. Setelah makan kita sempetin foto-foto karena awan disitu sangat bagus.
 










Tak lama itu kita kembali naik speed dan melanjutkan perjalanan. Kita tidak ambil jalur yang pada umumnya, namun kita ambil jalan pintas yang akan mempercepat waktu tempuh kita. Lebar Sungai yang kita lewati itu lebih sempit dari biasanya, hanya selebar 2 speed, itu pun kalau kita berpapasan dengan speed lain dari depan badan speed pasti bersenggolan. Kiri kanan sungai kecil itu hanyalah hutan rawa yang lebat. Terdapat  bekas jembatan yang sudah tidak dipakai. Setengah jam berlalu, hal yang aku takutkan terjadi. Perut gua muleeesss banget!! Asem, mengapa disaat ini? Kenapa mules disini? Siaaal. Oke ane tahan. Kringat dingin sampek keluar dan gerak gerik gua nahan mules ini. Sesuatu yang mengganjal pun seperti teriaak. Keluarrin aku sekarang..... asem ane g kuat nahan. Speed yang kita tumpangi untung lagi ada masalah dengan mesin. Saat itu aku bilang ke doromi, “ bapak saya pengen buang air besar, kalau motornya sudah selesai jangan tinggal saya” “ah bapak sakit perut, santai kita tunggu.” “ bapak, bawa botol isi dengan air” timpa motoris (kayak e dia udh pengalaman pup ditempat ginian). Langsung saja aku ambil botol kosong yang ada di speed dan aku isi air untuk cebok. Ini pertama kali ane pup di sungai, di hutan rawa, di papua yang liar, masih alami, banyak binatang buas, berbahaya, banyak nyamuk dan mungkin ada lintah disini.  Ah peduli amat, yang penting ini bisa keluar dan bikin lega. Speed yang terus bergoyang saat aku berjalan untuk turun dari speed, haduh udah nahan mules di perut perahu goyang juga. Konsentrasi pun terpecah, satu nahan ini hajat biar g keluar disini dan satu menjaga keseimbangan badan agar g jatuh. Aduhh... mules makin menjadi jadi karena konsentrasi terpecah. Aaiiihhhh. Langsung loncat ke pinggiran sungai. Hhaap,,. Lah????? Kaki gua ilang??? Ah enggak cuman mendarat di lumpur. Tuh kan g konsen. Dengan masih menahan biar barang ini g keluar sembarang, ane jalan terengah-engah. Haduh lumpur e berat banget udah berat di perut, berat juga di kaki. Ane jalan menjauh dari pantauan mereka yang ada dikapal sambil nahan mules aku juga  cari tempat yang aman dari bahaya dan pengelihatan mereka. Lumayan jauh aku jalan untuk mencari tempat, akhirnya.  Ini dia tempat yang aku cari. G usah di ceritain. Kalian pasti tau yang harus dilakukan waktu gini kan??? Sensor....... ah akhirnya aku telah menandai di Papua  hahhahaha, ini adalah wilayah kekuasaanku, awas kau injak wilayah ku disini. Hahhaa. Akhirnya aku keluar dari persembunyian dengan wajah sumringah, lega, tak ada beban, seperti hidup kembali dari kematian yang panjang ahahhaahha. Semenjak itu, aku akan berpikir ulang kalau mau makan papeda. Buat yang belum pernah makan papeda ingat ini. Jangan makan papeda pas lagi di perjalan sungai. Susah cari tempat pup, kalau elu mules kayak gua.
saat di Marikai aku juga pernah makan papeda, namum papeda ini baunya harum bau jeruk nipis. Beda sekali dengan papeda yang kita makan saat bersama dengan doromi. Dan warnanya putih, dulu warnanya coklat. Asemm berarti dulu sial ane, dari ketiga temen guru SM3T yang ada di speed cuman ane yang mules pakek banget . ckckck sial amat.
Masih masalah makan selain papeda tentunya. Di Marikai banyak sekali pohon kelapa, di sekolah ada 7 pohon kelapa. Semua tersebar di kedua sisi sekolah SMP Negeri Marikai ada disisi timur dan sisi barat sekolah. kedua sisi tersebut ada komplek guru yang juga tempat kami tinggal. Selama disini kita paling suka minum air kelapa. Di jombang mau minum kelapa aja harus beli rp 10.000,00 perbuah. Lah disini tiinggal suruh anak murid panjat, urusan kelar hahhahaa. Biasanya kita minum kelapa minimal 1 minggu sekali, tapi kalau lagi puengen. Mbeeee jangankan sekali seminggu, 3 kali sehari pun bisa. Dan tiap kali ambil bisa 7 sampai 10 buah, itu belum dipilih mana yang muda mana yang tua kelapanya. Hahhaa. Biasanya kita makan dan minum air kelapa bersama pak sultan bersaa keluarga disana. namun kebahagian makan dan minum bersama itu tak berlangsung lama juni 2016 beliau udah selesai kontrak membangun komplek guru baru.
Disini juga ada pohon durian, bulan desember adalah bulan buah durian. Semua durian yang ada di waropen atas semua berbuah. Durian disini bervariasi ukurannya, ada yang kecil biasanya di jual 5 ribu rupaih, yang agag besar 10 ribu rupiah, dan ada juga durian gajah biasanya di jual 20 rb rupiah. Murah? Iya soalnya ada disini pohonnya. Pas musimmya gini,  kita beli durian 100 ribu rupiah. Dapat 1 karung beras yang isi 25 kg, itu penuh dengan durian. Kita ambil durian yang kecil, kenapa? Selain dapat lebih banyak. Rasa duriannya sangat mantep, legit, harum khas durian dan yang paling penting bijinya kecil dan daging duriannya banyak. Makan durian yang kayak gitu adalah nikmat yang tak akan dapat diungkapkan dengan kata-kata.

 






Waktu liburan pun kadang kita diajak oleh bu haji untuk liburan ke muara Barapasi. Sudah dua kali kita mendapat kesempatan itu. Pertama saat ada libur paskah, kita diajak di muara barapasi. Kita berangkat pagi jam 8 naik speed bu haji, motorisnya adalah syarif, dia juga adalah murid ku di Sma negeri marikai. Saat ada di muara kita menurunkan jaring. Wahh jaring yang disebar panjang juga ada 3 titik yang kita pasang. Pertama, ada ditepat keluarnya muara barapasi. Kedua, agag jauh dari muara arah kelaut. Ketiga, ke arah kiri dari muara barapasi. Begitu jaring ketiga kita turunkan, kita langsung cek jaring pertama yang kita turunkan tadi. Dan Stike...!! hahaha kita dapat ikan di jaring bukan dari tali pancing. Widih.. ikan nya besar – besar. Ada ikan sisik, ikan sembilan, mata bulan, dapat kepiting laut juga, dan kita dapat hiu. Tapi hiu yang kita dapat yang kecil tidak yang besar. Kalau besar kita yang dimakan. #lhaa?. Setelah kita ambil dan naikkan jaring. Kita segera menepi ke muara, disana kita akan bikin para-para(tempat istirahat yang terbuat dari kayu yang disusun menjadi tempat duduk yang agag tinggi) di jawa bilang e bayang. Setelah para –para jadi, lalu kita bikin perapian untuk bakaran hasil dilaut tadi. Disisi para-para, bu haji sedang menyiapkan nasi, sambal, sayur, gorengan, dan air minum yang telah dibawa semenjak tadi. Kini tinggalmenyantap ikan yang dibakar matang. Tak perlu menunggu lama hujan ikan bakar telah datang. Wiiii... sangking banyaknya ikan, kita nasi itu seperti lauk. Gimana tidak, ikan yang didapat aja ada berpuluh2 ekor dan itu tidak di bakar semua. Dan adalagi yang bikin matep. Makan ikan bakar tanpa sambal itu seperti hidup tanpa oksigen. Yap sambal yang dibuatkan oleh bu haji sangat pas pedesnya. Sehingga kita makan ikan saat itu sampai keringetan.
Waktu itu juga pernah kita makan daging ikang goropa(lebih tepatnya  kerapu). Dulu kita pernah dikasih sama pak sultan, tukang yang tinggal disamping rumah kita. Beliau juga yang memberi kita daging kasuari yang sudah di tumis kecap. Beh.... rasanya ituloh mantap. Pokok makan di marikai itu sangat memuaskan. Dua  yang tepat menggambarkan makan di papua ini. Mantap ..  Gila. G pernah makan kayak gini. Surga makanan di sini hehehhe..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PPG UNESA

halo lama ni g posting disini y  mungkin cuman pas mau nulis dan lagi pengen liat tulisan sendiri blog ini terbuka #renting e kapan mungga...